1.
BENTUK USAHA TETAP
A. PENGERTIAN BENTUK USAHA TETAP
Suatu
bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga
mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan
otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui
internet.
Tempat
usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian
bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau
badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk
usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau
perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut
dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya
sendiri.
Perusahaan
asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut
menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui
pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia
tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di
Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat
tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Bentuk
Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
BUT
dapat berupa:
1.
Tempat kedudukan manajemen;
2.
Cabang perusahaan;
3.
Kantor perwakilan;
4.
Gedung kantor;
5.
Pabrik;
6.
Bengkel;
7.
Gudang;
8.
Ruang untuk promosi dan penjualan;
9.
Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10.
Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11.
Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12.
Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13.
Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
14.
Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15.
Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung
resiko di Indonesia; dan
16.
Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
Bentuk
Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau
kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan
demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.
B.
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP
Dalam
hal ini, Subjek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah
Subjek
Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:
a.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari)
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek
Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak
karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif.
Wajib Pajak luar negeri:
§
Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
§
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
§
Tarif pajak yang dipergunakan adalah tidak sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
§
Tidak wajib menyampaikan SPT
Subjek
Pajak Luar Negeri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Sedangkan
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP
Yang
menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah:
1.
Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai.
Sebagai
contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjulan satelit komunikasi
mempunyai cabang di Jakarta dengan nama Communitel Indonesia. Apabila
Communitel Indonesia memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit
komunikasi, maka atas laba penjualan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan
sebagai pajak atas penghasilan Wajib Pajak BUT.
2.
Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan
BUT di Indonesia.
Sebagai
contoh, New York Bank mempunyai cabang di Jakarta (New York Bank-Indonesia).
Apabila New York Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang
diberikan tanpa melalui New York Bank-Indonesia, maka penghasilan bunga
tersebut tetap dianggap sebagai penghasilan BUT (New York Bank-Indonesia).
3.
Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Sebagai
contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT Lezzat untuk menggunakan merek
dagang Foodz Inc. Atas penggunaan hak tersebut Foodz Inc. menerima imbalan
berupa royalti dari PT Lezzat. Dalam rangka pemasaran produk, Foodz Inc. juga
memberikan jasa manajemen kepada PT Lezzat melalui Foodz-Indonesia (BUTnya di
Indonesia). Dalam hal demikian, penggunaan merek dagang oleh PT Lezzat
mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. Oleh karena itu,
penghasilan Foodz Inc. yang berupa royalti diperlakukan sebagai penghasilan BUT
(Foodz-Indonesia)
D.
PENENTUAN LABA
Dalam
menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan, yaitu:
1.
Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang
berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur
Jenderal Pajak.
2.
Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya adalah:
a.
Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau
hak-hak lainnya
b.
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
c.
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
Sebagai
konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau diperoleh
BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
E.
CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK
Untuk
dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya.
Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar
pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar
negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya
Penghasilan Kena Pajak untuk Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto.
Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto
dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Penghasilan
kena pajak (WP
badan)
= penghasilan netto
Penghasilan
kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto-PTKP
Cara
Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Perhitungan
besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Menggunakan pembukuan
2.
Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Pembukuan
adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan,
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan.
Dikecualikan
dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan
adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan:
§
Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto, dan
§
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Pencatatan
oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan
bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan
lainnya. Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar
usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto,
pengurang, dan penghasilan netto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di
samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan
atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pembukuan
atau pencatatan harus:
§
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya,
§
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah, dan
§
Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan (misalnya, bahasa Inggris)
Menghitung
Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan
Besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
1.
Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
a.
Biaya pembelian bahan;
b.
Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c.
Bunga, sewa, dan
2.
PPH 21
Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
Pajak merupakan
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Adapun
pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan
adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan
badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang
Nomor 36 Tahun 2008 :
Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan
Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
36 Tahun 2008.
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007
tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran
Pajak.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008
tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari
Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7. Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi.
Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas
Penghasilan
Seperti yang
telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan
tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara
dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tata cara
penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi.
Dalam aturan
baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang
membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar
uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan
penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Penghitungan
PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam,
yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh
pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21
bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta
program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana
pensiun. Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh
pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Berikut disampaikan contoh
sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Budi
Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program
Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar
oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji.
PT Candra
Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji
sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji
setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun
untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto
ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap
bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun
sebesar Rp 50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran
berupa gaji.
Secara umum rumus menghitung
PPh 21 adalah:
Penghasilan Bersih per bulan
|
xxx
|
|
Penghasilan bersih disetahunkan
|
xxx
|
(x12 bulan)
|
PTKP
|
xxx
|
(-)
|
Penghasilan Kena Pajak
|
xxx
|
|
PPh Terutang setahun
|
xxx
|
(x tarif PPh 21)
|
PPh Terutang per bulan
|
xxx
|
(÷ 12 bulan)
|
Penghitungan
PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji
|
3.000.000,00
|
|
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
|
15.000,00
|
|
Premi Jaminan Kematian
|
9.000,00
|
|
Penghasilan bruto
|
3.024.000,00
|
|
Pengurangan
|
||
1. Biaya jabatan
|
||
5%x 3.024.000,00
|
151.200,00
|
|
2. Iuran Pensiun
|
50.000,00
|
|
3. Iuran Jaminan Hari Tua
|
60.000,00
|
|
261.200,00
|
||
Penghasilan neto sebulan
|
2.762.800,00
|
|
Penghasilan neto setahun
|
||
12x2.762.800,00
|
33.153.600,00
|
|
PTKP
|
||
- untuk WP sendiri
|
24.300.000,00
|
|
- tambahan WP kawin
|
2.025.000,00
|
|
26.325.000,00
|
||
Penghasilan Kena Pajak setahun
|
6.828.600,00
|
|
Pembulatan
|
6.828.000,00
|
|
PPh terutang
|
||
5%x 6.828.000,00
|
341.400,00
|
|
PPh Pasal 21 bulan Juli
|
||
341.400,00 : 12
|
28.452,00
|
Catatan:
- Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap
penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam
menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.
- Biaya
Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai
pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
- Contoh
di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP.
Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh
Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp
28.452,00=Rp 34.140,00
Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas
Pembayaran Uang Pensiun
Dasar Hukum:
- Peraturan
Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Penghasilan
Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
- Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang
Pribadi
Berikut diberikan contoh
menghitung Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi Pegawai Tetap penerima
penghasilan berupa Uang Pensiun :
a. Menghitung
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Penarikan Dana Pensiun Oleh Peserta
Program Pensiun Yang Masih Berstatus Pegawai
Contoh :
Randi adalah pegawai PT
Kaya menerima gaji Rp 2.000.000,00 sebulan. PT Kaya mengikuti program pensiun
untuk para pegawainya. PT Kaya membayar iuran dana pensiun untuk Randi sebesar
Rp 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Kaya, yang merupakan dana pensiun yang
dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Kaya yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan. Randi membayar iuran serupa ke dana
pensiun yang sama sebesar Rp
50.000,00 sebulan.
Bulan April 2013 Randi memerlukan
biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah
dibayar sendiri sebesar Rp
20.000.000,00. Kemudian pada bulan Juni 2013
ia menarik lagi dana sebesar
Rp 15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2013 untuk keperluan lainnya ia
menarik lagi dana
sebesar
Rp 25.000.000,00. Hitung PPh 21!
Pembahasan:
PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
a. atas penarikan dana sebesar
Rp 20.000.000,00 pada bulan April 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp 20.000.000,00 = Rp
1.000.000,00.
b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00
c. atas penarikan dana sebesar
Rp 25.000.000,00 pada bulan Oktober 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x Rp15.000.000,00
|
Rp 2.500.000,00
|
15% x Rp10.000.000,00
|
Rp 1.500.000,00(+)
|
PPh Pasal 21 yang harus
dipotong
|
Rp 2.250.000,00
|
b. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Uang Pensiun Yang Dibayarkan Secara Berkala (Bulanan)
Penghitungan PPh Pasal 21 di
Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun Apabila waktu pensiun sudah dapat
diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang
berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang
bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung
berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode dimana
pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki
masa pensiun. Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti
pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka
penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto .
Contoh :
Roni, berstatus kawin dengan 2
(dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap
pada PT Gembira dengan gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00. Roni setiap bulan
membayar iuran pensiun sebesar Rp
250.000,00 ke Dana Pensiun Gogor yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Gembira terhitung mulai 1
Juli 2013, Roni akan memasuki masa pensiun. Tentukan PPh 21 !
Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Gaji sebulan
|
Rp 6.000.000,00
|
|
Pengurangan:
|
||
1. Biaya jabatan: 5% x Rp
6.000.000,00
|
Rp 300.000,00
|
|
2. luran pensiun
|
Rp 250.000,00(+)
|
|
Rp 550.000,00(-)
|
||
Penghasilan neto sebulan
|
Rp 5.450.000,00
|
|
Penghasilan Neto 6 bulan
(masa bekerja Januari s/d Juni 2013)
|
Rp 32.700.000,00
|
|
PTKP setahun (TK/2)
|
||
- untuk WP sendiri
|
Rp 24.300.000,00
|
|
- tambahan karena menikah
|
Rp 2.025.000,00
|
|
- tambahan untuk 2 orang anak
|
Rp 4.050.000,00(+)
|
|
Rp 30.375.000,00(-)
|
||
Penghasilan Kena Pajak
|
Rp 2.325.000,00
|
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 2.325.000,00 = Rp 116.250,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan
: Rp116.250,00 : 6 = Rp 19.375,00
Pada saat
Roni berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan
bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai berikut :
Gaji selama 6 bulan :
6 x Rp 6.000.000,00
|
Rp 36.000.000,00
|
|
Pengurangan:
|
||
1.Biaya jabatan :
5% x Rp 36.000.000,00
|
Rp 1.800.000,00
|
|
2. luran pensiun :
6 x Rp 250.000,00
|
Rp 1.500.000,00(+)
|
|
Rp 3.300.000,00(-)
|
||
Penghasilan Neto selama 6
bulan
|
Rp 32.700.000,00
|
|
PTKP setahun (TK/2)
|
||
- untuk WP sendiri
|
Rp 24.300.000,00
|
|
- tambahan karena menikah
|
Rp 2.025.000,00
|
|
- tambahan untuk 2 orang anak
|
Rp 4.050.000,00(+)
|
|
Rp30.375.000,00(-)
|
||
Penghasilan Kena Pajak
|
Rp 2.325.000,00
|
PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp
2.325.000,00)
|
Rp 116.250,00
|
PPh Pasal 21 telah dipotong (6
x Rp 19.375,00)
|
Rp 116.250,00 (-)
|
PPh Pasal 21 kurang (lebih)
dipotong
|
NIHIL
|
Apabila pemotongan PPh Pasal 21
setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat
perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja,
maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat
pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh
pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.
c. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang Membayarkan Uang Pensiun Bulanan.
Untuk kemudahan dan kesederhanaan
bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai
penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun,
Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun
pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan
penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang
pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan. Agar Dana
Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima
pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721
A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Melanjutkan contoh sebelumnya :
Melanjutkan contoh sebelumnya :
Selanjutnya, mulai bulan Juli
2013 Roni memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Gogor sebesar Rp
3.000.000,00 sebulan. Tentukan PPh 21!
Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut :
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut :
Pensiun sebulan adalah
|
Rp 3.000.000,00
|
|
Pengurangan
|
||
Biaya pensiun 5% x Rp
3.000.000,00
|
Rp 150.000,00(-)
|
|
Penghasilan neto sebulan
|
Rp 2.850.000,00
|
|
Penghasilan
neto Juli s/d Desember 2013
6 x Rp 2.850.000,00
|
Rp 17.100.000,00
|
|
Penghasilan neto dari PT Nusa
Indah
Gemilang sesuai dgn bukti
pemotongan PPh Pasal 21 adalah
|
Rp32.700.000,00(+) |
|
Jumlah penghasilan neto
tahun 2013
|
Rp 49.800.000,00
|
|
PTKP setahun (TK/2)
|
||
- untuk WP sendiri
|
Rp24.300.000,00
|
|
- tambahan karena menikah
|
Rp 2.025.000,00
|
|
- tambahan untuk 2 orang anak
|
Rp4.050.000,00(+)
|
|
Rp 30.375.000,00(-)
|
||
Penghasilan Kena Pajak
|
Rp 19.425.000,00
|
PPh Pasal 21 terutang adalah 5%
x Rp19.425.000,00
|
Rp 971.250,00
|
PPh Pasal 21 terutang di PT
Gembira sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al)
|
Rp 116.250,00(-) |
PPh Pasal 21 terutang pada Dana
Pensiun Gogor, selama
6 bulan adalah
|
Rp 855.000,00 |
PPh Pasal 21 atas uang pensiun
yang harus dipotong tiap bulan adalah : Rp 855.000,00 : 6
|
Rp142.500,00 |
3.
PPH 22
1.1.
Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, instansi atau lembaga
pemerintah lainnya yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
1.2.
Pemungut PPh Pasal 22
1.2.1.
Bank Devisa dan Direktorat
Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang
1.2.2.
Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat
Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
1.2.3.
Badan Usaha Milik Negara
dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali
badan-badan tersebut pada angka
1.2.4.
Bank Indonesia (BI), PT
Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT
Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank
BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun
non-APBN.
1.2.5.
Badan Usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri
baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
1.2.6.
Produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas.
1.2.7.
Industri dan eksportir
yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
1.3.
Tarif
PPh Pasal 22
1.3.1. Atas
impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah
persen) dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh
setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
1.3.2. Atas
pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat
Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
1.3.3. Atas
pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau
belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
1.3.4. Atas
pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan
Pengelola Asset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi
Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang dananya
bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari
harga pembelian.
1.3.5. Atas
penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.6. Atas
penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final.
1.3.7. Atas
penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.8. Atas
penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.9. Atas
penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.10.
Besarnya Pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta badan
usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super
TT dan gas adalah sebagai berikut:
1.3.10.1. SPBU
Swastanisasi SPBU Pertamina Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Premix/Super TT 0,3% dari
penjualan 0,25% dari penjualan Minyak Tanah 0,3% dari penjualan Gas LPG 0,3%
dari penjualan Pelumas 0,3% dari penjualan
1.3.11.
Pasal 22 yang atas
pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
harga pembelian tidak termasuk PPN
harga pembelian tidak termasuk PPN
1.4.
Kegiatan
Yang Dikenakan Pph Pasal 22
1.4.1. Kegiatan
impor barang;
1.4.2. Pembayaran
atas pembelian barang yang dilakukan oleh direktorat jenderal anggaran,
bendaharawan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah;
1.4.3. Pembayaran
atas pembelian barang yang dilakukan oleh badan usaha milik Negara dan badan
usaha milik daerah, yang dananya bersumber dari belanja Negara (APBN) dan atau
belanja daerah (APBD);
1.4.4. Pembayaran
atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistic (BULOG) , PT Telekomunikasi
Indonesia (PT Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia,
PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN;
1.4.5. Penjualan
hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri
baja dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
1.4.6. Penjualan
hasil produksi oleh pertamina dan badan usaha lainnya selain pertamina yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, superTT dan gas;Pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri yang dilakukan oleh
eksportir yang bergerak di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan
perikanan.
1.5.
DIKECUALIKAN DARI
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1.5.1. Impor
barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan, peraturan
perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan.
1.5.2. Impor
barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk dan ataub pajak pertambahan
nilai:
1.5.3. Barang
perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkann asas timbale balik.
1.5.4. Barang
untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan dan tidak memegang
paspor Indonesia.
1.5.5. Barang
kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
1.5.6. Barang
untuk keperluan museum, kebun binatang dan tempat lain semacam itu yang terbuka
untuk umum.
1.5.7. Barang
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5.8. Barang
untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
1.5.9. Peti
atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
1.5.10.
Barang pindahan.
1.5.11.
Barang pribadi penumpang,
awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pabean.
1.5.12.
Barang yang diimpor oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
1.5.13.
Persenjataan, amunisi, dan
perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan Negara.
1.5.14.
Barang dan bahan yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi kleperluan pertahanan dan keamanan
Negara.
1.5.15.
Vaksin polio dalam rangka
pelaksanaan pekan imunisasi nasional (PIN).
1.5.16.
Buku-buku pelajaran umum,
kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama.
1.5.17.
Kapal laut, kapal angkutan
sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu,
kapal tunda, kapal penangkap ikan. Kapal tongkang, dan suku cadang serta alat
alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan
digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan
ikan nasional.
1.5.18.
Pesawat udara dan suku
cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh
perusahaan angkutan udara niaga nasional.
1.5.19.
Kereta api dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan
oleh PT.kereta api Indonesia.
1.6.
PPh
Pasal 22 Atas Kegiatan Impor
Dalam aktifitas ekonomi
yang dilakukan oleh pelaku ekonomi (perorangan atau badan usaha), karena satu
dan lain hal, untuk memenuhi kebutuhan barang baik itu bahan baku maupun barang
jadi sering kali harus mendatangkan barang tersebut dari luar negeri (impor).
Impor menurut pengertian undang-undang pajak adalah kegiatan memasukkan barang
dari luar wilayah pabean Indonesia (luar negeri) ke dalam wilayah pabean
Indonesia. Atas kegiatan impor ini, maka kepada wajib pajak dikenakan
pemungutan seperti yang diatur pada pasal 22 undang-undang pajak nomor 17 tahun
2000. Adapun objek pajak penghasilan pasal 22 impor adalah kegiatan impor
barang. Sedangkan pemungut PPh pasal 22 impor menurt UU No.17 tahun 2000 adalah
bank devisa dan direktorat jenderal bea dan cukai.
Wajib pajak yang dikenakan
PPh pasal 22 adalah importir yaitu para pengusaha yang dalam usahanya
memasukkan barang-barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia.
Dasar pemungutan / penghitungannya adalah nilai impor barang dan harga jual lelang.
Yang dimaksud dengan nilai impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk yaitu cost, insurance, and freight (CIF) atau cost and
freight (CF) jika asuransi dibayar di dalam negeri ditambah dengan bea masuk
dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan pabean di bidang impor.
1.7.
Saat
Terutang Dan Pelunasan/ Pemungutan Pph Pasal 22 Impor
Atas Impor barang yang
dilakukan Importir saat terutangnya dan pelunasannya dilakukan sendiri oleh Wajib
Pajak bersamaan dengan saat Pembayaran Bea Masuk. Jika Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan pembayarannya, maka PPh pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).
1.8.
Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran Dan Pelaporan Pph
Pasal 22
Pasal 22
1.8.1.
Pelunasan PPh pasal 22
yang disetor oleh Importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak yang berfungsi sebagai bukti pungutan pajak.
1.8.2.
PPh pasal 22 Impor
dipungut dan disetor secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai jika Impor dilakukan tanpa menggunakan Laporan
Kebenaran Pemeriksaan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan pajak tersebut dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak, dilakukan ke kantor Giro atau Bank-bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan pajak tersebut dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak, dilakukan ke kantor Giro atau Bank-bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22.
1.9.
Pajak
Penghasilan Pasal 22 Badan Usaha Yang Bergerak Di Bidang Industri Semen
1.9.1.
Obyek pajak penghasilan
pasal 22 adalah penjualan hasil produksi industri semen di dalam negeri.
1.9.2.
Pemungut PPh pasal 22
adalah badan usaha yagn bergerak di bidang industri semen atas penjualan
industri semen di dalam negeri.
1.9.3.
Dasar pemungutan /
penghitungan adalah dasar pengenaan pajak ( DPP) Pajak Pertambahan Nilai (
PPN).
1.9.4.
Tarif PPh pasal 22 atas
penjualan semen di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.25 % dari DPP.
Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
BalasHapusSaya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.
Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com
Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
BalasHapusSaya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.
Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com