Kamis, 06 Agustus 2015

PENGANTAR PERPAJAKAN PPH 21 DAN PPH 22


1. BENTUK USAHA TETAP
A.    PENGERTIAN BENTUK USAHA TETAP

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
BUT dapat berupa:
1.      Tempat kedudukan manajemen;
2.      Cabang perusahaan;
3.      Kantor perwakilan;
4.      Gedung kantor;
5.      Pabrik;
6.      Bengkel;
7.      Gudang;
8.      Ruang untuk promosi dan penjualan;
9.      Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10.  Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11.  Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12.  Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13.  Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
14.  Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15.  Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan
16.  Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Bentuk Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.
B.     SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP
Dalam hal ini, Subjek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah
Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:
a.       Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.      Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan  yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
            Wajib Pajak luar negeri:
§  Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
§  Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
§  Tarif pajak yang dipergunakan adalah tidak sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
§  Tidak wajib menyampaikan SPT
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

C.    OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP

Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah:
1.      Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
Sebagai contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjulan satelit komunikasi mempunyai cabang di Jakarta dengan nama Communitel Indonesia. Apabila Communitel Indonesia memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit komunikasi, maka atas laba penjualan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan sebagai pajak atas penghasilan Wajib Pajak BUT.
2.      Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
Sebagai contoh, New York Bank mempunyai cabang di Jakarta (New York Bank-Indonesia). Apabila New York Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang diberikan tanpa melalui New York Bank-Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut tetap dianggap sebagai penghasilan BUT (New York Bank-Indonesia).
3.      Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Sebagai contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT Lezzat untuk menggunakan merek dagang Foodz Inc. Atas penggunaan hak tersebut Foodz Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT Lezzat. Dalam rangka pemasaran produk, Foodz Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT Lezzat melalui Foodz-Indonesia (BUTnya di Indonesia). Dalam hal demikian, penggunaan merek dagang oleh PT Lezzat mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. Oleh karena itu, penghasilan Foodz Inc. yang berupa royalti diperlakukan sebagai penghasilan BUT (Foodz-Indonesia)

D.    PENENTUAN LABA
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu:
1.      Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
2.      Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah:
a.       Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya
b.      Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
c.       Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan
Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

E.     CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK

Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:
Penghasilan kena pajak (WP badan)               = penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi)    = penghasilan netto-PTKP
 Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Perhitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.      Menggunakan pembukuan
2.      Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan:
§  Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dan
§  Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya. Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan netto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. Di samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pembukuan atau pencatatan harus:
§  Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya,
§  Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
§  Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan (misalnya, bahasa Inggris)
Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
1.      Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a.       Biaya pembelian bahan;
b.      Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c.       Bunga, sewa, dan








2. PPH 21

Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 :
            Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan
            Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.








Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
            Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :
  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
  3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7.      Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Penghasilan

Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tata cara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.


Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji.
PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji. 
Secara umum rumus menghitung PPh 21 adalah:
Penghasilan Bersih per bulan
xxx
Penghasilan bersih disetahunkan
xxx
(x12 bulan)
PTKP
xxx
(-)
Penghasilan Kena Pajak
xxx
PPh Terutang setahun
xxx
(x tarif PPh 21)
PPh Terutang per bulan
xxx
(÷ 12 bulan)

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji
3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja    
     15.000,00
Premi Jaminan Kematian
       9.000,00
Penghasilan bruto
3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5%x 3.024.000,00
151.200,00
2. Iuran Pensiun
  50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua
  60.000,00
   261.200,00
Penghasilan neto sebulan
2.762.800,00

Penghasilan neto setahun
12x2.762.800,00
33.153.600,00
PTKP
- untuk WP sendiri
24.300.000,00
- tambahan WP kawin
   2.025.000,00
26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun
  6.828.600,00
Pembulatan
  6.828.000,00
PPh terutang
5%x  6.828.000,00
     341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 12
      28.452,00

Catatan:
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.
  • Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
  • Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp 28.452,00=Rp 34.140,00

Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun

Dasar Hukum:
  1. Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi



Berikut diberikan contoh menghitung Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi Pegawai Tetap penerima penghasilan berupa Uang Pensiun :
a. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Penarikan Dana Pensiun Oleh Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Pegawai
Contoh :
Randi  adalah pegawai PT Kaya menerima gaji Rp 2.000.000,00 sebulan. PT Kaya mengikuti program pensiun untuk para pegawainya. PT Kaya membayar iuran dana pensiun untuk Randi sebesar Rp 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Kaya, yang merupakan dana pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Kaya yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Randi  membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar     Rp 50.000,00 sebulan.
Bulan April 2013 Randi memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar           Rp 20.000.000,00. Kemudian pada bulan Juni 2013 ia menarik lagi dana sebesar                 Rp 15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2013 untuk keperluan lainnya ia menarik lagi dana sebesar             Rp 25.000.000,00. Hitung PPh 21!
Pembahasan:
PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
a. atas penarikan dana sebesar Rp 20.000.000,00 pada bulan April 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.

b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00
c. atas penarikan dana sebesar Rp 25.000.000,00 pada bulan Oktober 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x Rp15.000.000,00
Rp  2.500.000,00
15% x Rp10.000.000,00
Rp  1.500.000,00(+)
PPh Pasal 21 yang harus dipotong
Rp  2.250.000,00



b. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Uang Pensiun Yang Dibayarkan Secara Berkala (Bulanan)
Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun. Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto .
Contoh :
Roni, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Gembira dengan gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00. Roni setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar     Rp 250.000,00 ke Dana Pensiun Gogor yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Gembira terhitung mulai 1 Juli 2013, Roni akan memasuki masa pensiun. Tentukan PPh 21 !
Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Gaji sebulan
Rp 6.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 6.000.000,00
Rp 300.000,00
2. luran pensiun 
Rp 250.000,00(+)
Rp  550.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan
Rp 5.450.000,00
Penghasilan Neto 6 bulan
 (masa bekerja Januari s/d Juni 2013)
Rp 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri
Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah
Rp   2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak
Rp  4.050.000,00(+)
Rp 30.375.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak 
Rp   2.325.000,00

PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 2.325.000,00 = Rp 116.250,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan : Rp116.250,00 : 6 = Rp 19.375,00











Pada saat Roni berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai berikut :
Gaji selama 6 bulan :
 6 x Rp 6.000.000,00 
Rp 36.000.000,00
Pengurangan:
1.Biaya jabatan :
 5% x Rp 36.000.000,00
Rp 1.800.000,00
2. luran pensiun :
6 x Rp 250.000,00
Rp 1.500.000,00(+)
Rp  3.300.000,00(-)
Penghasilan Neto selama 6 bulan 
Rp 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri
Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah
Rp   2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak
Rp   4.050.000,00(+)
Rp30.375.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp  2.325.000,00

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp 2.325.000,00)
Rp 116.250,00
PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp 19.375,00)
Rp 116.250,00 (-)
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong 
NIHIL

Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.

c. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang Membayarkan Uang Pensiun Bulanan.
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.

Melanjutkan contoh sebelumnya :
Selanjutnya, mulai bulan Juli 2013 Roni memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Gogor sebesar Rp 3.000.000,00 sebulan. Tentukan PPh 21!






Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut :
Pensiun sebulan adalah
Rp 3.000.000,00
Pengurangan
Biaya pensiun 5% x Rp 3.000.000,00
Rp    150.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan
Rp  2.850.000,00
Penghasilan neto Juli s/d Desember 2013
 6 x Rp 2.850.000,00
Rp 17.100.000,00
Penghasilan neto dari PT Nusa Indah
Gemilang sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 adalah 

Rp32.700.000,00(+)
Jumlah penghasilan neto tahun 2013
Rp 49.800.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri
Rp24.300.000,00
- tambahan karena menikah
Rp 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak
Rp4.050.000,00(+)
Rp 30.375.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 19.425.000,00

PPh Pasal 21 terutang adalah 5% x Rp19.425.000,00
Rp 971.250,00
PPh Pasal 21 terutang di PT Gembira sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al)


Rp 116.250,00
(-)
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Gogor, selama
6 bulan adalah

Rp 855.000,00
PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong tiap bulan adalah : Rp 855.000,00 : 6

Rp142.500,00























3. PPH 22
1.1.                     Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah lainnya yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.

1.2.                     Pemungut PPh Pasal 22
1.2.1.  Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang
1.2.2.  Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
1.2.3.  Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
1.2.4.  Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
1.2.5.  Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
1.2.6.  Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
1.2.7.  Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.


1.3.                     Tarif PPh Pasal 22
1.3.1.  Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
1.3.2.  Atas pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
1.3.3.  Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
1.3.4.  Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Asset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
1.3.5.  Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.6.  Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final.
1.3.7.  Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.8.  Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.9.  Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
1.3.10.                     Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
1.3.10.1. SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Premix/Super TT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Minyak Tanah 0,3% dari penjualan Gas LPG 0,3% dari penjualan Pelumas 0,3% dari penjualan
1.3.11.                     Pasal 22 yang atas pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
harga pembelian tidak termasuk PPN

1.4.                     Kegiatan Yang Dikenakan Pph Pasal 22
1.4.1.  Kegiatan impor barang;
1.4.2.  Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh direktorat jenderal anggaran, bendaharawan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah;
1.4.3.  Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah, yang dananya bersumber dari belanja Negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD);
1.4.4.  Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistic (BULOG) , PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN;
1.4.5.  Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
1.4.6.  Penjualan hasil produksi oleh pertamina dan badan usaha lainnya selain pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, superTT dan gas;Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri yang dilakukan oleh eksportir yang bergerak di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan.

1.5.                     DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1.5.1.  Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan, peraturan perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan.
1.5.2.  Impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk dan ataub pajak pertambahan nilai:
1.5.3.  Barang perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkann asas timbale balik.
1.5.4.  Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan dan tidak memegang paspor Indonesia.
1.5.5.  Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
1.5.6.  Barang untuk keperluan museum, kebun binatang dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum.
1.5.7.  Barang keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5.8.  Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
1.5.9.  Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
1.5.10.                     Barang pindahan.
1.5.11.                     Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pabean.
1.5.12.                     Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
1.5.13.                     Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
1.5.14.                     Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi kleperluan pertahanan dan keamanan Negara.
1.5.15.                     Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan pekan imunisasi nasional (PIN).
1.5.16.                     Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama.
1.5.17.                     Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan. Kapal tongkang, dan suku cadang serta alat alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
1.5.18.                     Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional.
1.5.19.                     Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh PT.kereta api Indonesia.

1.6.                     PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor
Dalam aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi (perorangan atau badan usaha), karena satu dan lain hal, untuk memenuhi kebutuhan barang baik itu bahan baku maupun barang jadi sering kali harus mendatangkan barang tersebut dari luar negeri (impor). Impor menurut pengertian undang-undang pajak adalah kegiatan memasukkan barang dari luar wilayah pabean Indonesia (luar negeri) ke dalam wilayah pabean Indonesia. Atas kegiatan impor ini, maka kepada wajib pajak dikenakan pemungutan seperti yang diatur pada pasal 22 undang-undang pajak nomor 17 tahun 2000. Adapun objek pajak penghasilan pasal 22 impor adalah kegiatan impor barang. Sedangkan pemungut PPh pasal 22 impor menurt UU No.17 tahun 2000 adalah bank devisa dan direktorat jenderal bea dan cukai.
Wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 22 adalah importir yaitu para pengusaha yang dalam usahanya memasukkan barang-barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia. Dasar pemungutan / penghitungannya adalah nilai impor barang dan harga jual lelang. Yang dimaksud dengan nilai impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu cost, insurance, and freight (CIF) atau cost and freight (CF) jika asuransi dibayar di dalam negeri ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.

1.7.                     Saat Terutang Dan Pelunasan/ Pemungutan Pph Pasal 22 Impor
Atas Impor barang yang dilakukan Importir saat terutangnya dan pelunasannya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan saat Pembayaran Bea Masuk. Jika Bea Masuk ditunda atau dibebaskan pembayarannya, maka PPh pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD).

1.8.                     Tata Cara Pemungutan, Penyetoran Dan Pelaporan Pph
Pasal 22
1.8.1.  Pelunasan PPh pasal 22 yang disetor oleh Importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai bukti pungutan pajak.
1.8.2.  PPh pasal 22 Impor dipungut dan disetor secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai jika Impor dilakukan tanpa menggunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan pajak tersebut dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak, dilakukan ke kantor Giro atau Bank-bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22.


1.9.                     Pajak Penghasilan Pasal 22 Badan Usaha Yang Bergerak Di Bidang Industri Semen
1.9.1.  Obyek pajak penghasilan pasal 22 adalah penjualan hasil produksi industri semen di dalam negeri.
1.9.2.  Pemungut PPh pasal 22 adalah badan usaha yagn bergerak di bidang industri semen atas penjualan industri semen di dalam negeri.
1.9.3.  Dasar pemungutan / penghitungan adalah dasar pengenaan pajak ( DPP) Pajak Pertambahan Nilai ( PPN).
1.9.4.  Tarif PPh pasal 22 atas penjualan semen di dalam negeri ditetapkan sebesar 0.25 % dari DPP.





2 komentar:

  1. Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
    Saya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
    Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com

    Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.

    Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com

    BalasHapus
  2. Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
    Saya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
    Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com

    Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.

    Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com

    BalasHapus