Proses
terjadinya Manusia menurut Al-Qur'an dan Al Hadist
Ketika berbicara tentang manusia,
Al-Qur’an menggunakan tiga (3) istilah pokok. Pertama, menggunakan kata
yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan,
ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar. Ketiga,
menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar
terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan
indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit.
Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal
dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut
lahirnya serta persamaannya dengan manusia lainnya. Dengan demikian, kata basyar
dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan, minum,
tidur, dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih
memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa
proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap
kedewasaan.
Allah swt. berfirman:
َ وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا
أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian kamu (menjadi)
manusia yang berkembang biak (memiliki anak). (Q.S. ar-Rum [30]: 20)
Selain itu, kata basyar juga
dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung
jawab. Akibat kemampuan mengemban tanggung jawab inilah, maka pantas tugas
kekhalifahan dibebankan kepada manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah
berikut ini.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا
سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
(Q.S. al-Hijr [15]: 28-29):
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ
فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(Q.S. al-Baqarah [2]: 30)
Sementara itu, kata insan
terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak.
Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa
yang berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti
lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak,
harmonis, dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang
mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan
kata naasa-yanuusu (berguncang). Dalam Al-Qur’an, kata insaan
disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk
kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan, lebih jauh
Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa
manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka
bumi, menerima beban takliif dan amanat kekuasaan.
Dua kata ini, yakni basyar
dan insaan, sudah cukup menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an.
Dari dua kata ini, kami menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk
Allah yang paling sempurna, yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas
dimensi jiwa dan raga, jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk
menjadi wakil Allah di muka bumi (khaliifah Allah fii al-ardl).
Asal-Usul Penciptaan Manusia
Al-Qur’an telah memberikan informasi
kepada kita mengenai proses penciptaan manusia melalui beberapa fase: dari
tanah menjadi lumpur, menjadi tanah liat yang dibentuk, menjadi tanah kering,
kemudian Allah swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.s. Hal ini
diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38] ayat 71-72.
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا
مِنْ طِينٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ
سَاجِدِينَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka,
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh
(ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S.
Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam
Surah al-H{ijr [15] ayat 28-29.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا
مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ
مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
(Q.S. al-Hijr [15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata ruh (ar-ruh)
mempunyai beberapa arti. Pengertian ruh yang disebutkan dalam ayat-ayat yang
menjelaskan penciptaan Adam a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang menjadikan
manusia memiliki kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti kebenaran.
Hal ini yang kemudian menjadikan manusia lebih unggul dibanding seluruh makhluk
yang lain. Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini menjadikan manusia
cenderung untuk mengenal Allah swt. dan beribadah kepada-Nya, memperoleh ilmu
pengetahuan dan menggunakannya untuk kemakmuran bumi, serta berpegang pada
nilai-nilai luhur dalam perilakunya, baik secara individual maupun sosial, yang
dapat mengangkat derajatnya ke taraf kesempurnaan insaniah yang tinggi. Oleh
sebab itu, manusia layak menjadi khalifah Allah swt.
Ruh dan materi yang terdapat pada
manusia itu tercipta dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis.
Dari perpaduan keduanya ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya.
Dengan memperhatikan esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur
tersebut, ruh dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara
akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga
disebutkan mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ
الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ
عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ
لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ
نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى
وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ
عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا
الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ .
Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam
rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada
pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan, kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. (Q.S. al-Hajj [22]: 5)
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا
الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .
Kemudian kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang
itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka, Mahasuci-lah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S.
al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian banyak ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia. Penciptaan
manusia yang bermula dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dengan
memakai bahan tanah seperti orang membuat patung dari tanah. Akan tetapi,
penciptaan manusia dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati yang
merupakan faktor utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan Al-Qur’an
yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada pengertian
jasadnya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa kelak ketika ajal
kematian manusia telah sampai, maka jasad itu akan kembali pula ke asalnya,
yaitu tanah.
Secara komprehensif, Umar Shihab
memaparkan bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase
kehidupan sebagai berikut. Pertama, fase awal kehidupan manusia yang berupa
tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah
keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang
menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari
tanah. Kedua, saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi
sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah. Ketiga,
kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah
menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses selanjutnya, embrio
tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudlghah). Kelima,
proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini, bentuk
embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘idzaam).
Keenam, proses penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah).
Ketujuh, proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah
menjadi bayi dan mulai bergerak. Kedelapan, setelah sempurna
kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut di atas dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar